Tata Cara Khusus untuk Sholat dan Bersuci bagi Mustahadhoh dan Wanita yang Mengalami Keputihan.
Tata Cara Khusus untuk Sholat dan Bersuci bagi Mustahadhoh dan Wanita yang Mengalami Keputihan.
Bagi wanita yang mengalami istihâdhah atau Dâ’imul-Hadas (selalu hadas) seperti: selalu keluar cairan atau keputihan, maka ketika hendak sholat, dia harus mengikuti tahapan berikut:
1) Membersihkan farji dari najis yang keluar.
2) Menghentikan atau meminimalkan darah yang keluar dengan cara: menyumbat menggunakan semacam kapas (hasywu), ditambah pembalut dengan celana yang ketat atau kain yang diikatkan (‘ashbu).
Catatan:
• Jika darah masih keluar setelah dua cara tersebut digunakan atau tembus sampai bagian luar penyumbat karena terlalu deras, maka hukumnya ma'fu (tidak apa-apa).
• Bagi wanita yang kesakitan jika disumbat, maka cukup menggunakan ‘ashbu.
• Wanita yang sedang berpuasa, tidak boleh menggunakan hasywu karena akan membatalkan puasanya.
• Penyumbat farji harus dimasukkan lebih ke dalam dari area farji bagian dalam (yang tidak wajib disucikan saat istinja'), agar ketika sholat, ia tidak dihukumi membawa sesuatu yang bersentuhan dengan najis.
• Menurut Imam Romli, perempuan mustahadhoh yang hendak melaksanakan sholat dalam keadaan darah mengalir, cukup menggunakan pembalut (ashbu) saja, jika dengan pembalut sudah dapat meminimalisir darah yang keluar, semisal dengan
cara memakai celana dalam yang ketat.
3) Wudhu dengan muwalah (bersambung), yaitu: membasuh anggota wudhu kedua dst, sebelum basuhan pada anggota wudhu sebelumnya kering.
4) Niat ketika berwudhu adalah: agar diperbolehkan melakukan sholat, tidak boleh dengan niat menghilangkan hadas.
Nawaitul wudlua' listibahatissholat
5) Segera melaksanakan sholat. Namun ia boleh menundanya, jika
untuk melakukan hal-hal yang terkait dengan kemaslahatan
sholat, seperti: menutup aurat, menjawab adzan, menanti sholat
berjama’ah dan lainnya.
Catatan:
•Semua tata cara di atas harus dilakukan:
a) Setelah masuk waktu sholat, dan
b) Secara berurutan.
•Jika salah satunya tidak terpenuhi atau dia mengalami penyebab hadas (semisal kentut), maka tahapan di atas harus diulangi secara runtut dari awal.
•Tata cara di atas harus dilakukan setiap akan melaksanakan sholat fardlu. Sehingga, satu rangkaian thoharoh tersebut tidak
boleh digunakan untuk dua sholat, kecuali sholat sunah, maka boleh berulang-ulang.
•Menurut qoul muqobilul-ashoh, tidak wajib memperbaharui hasywu dan ashbu setiap sholat fardlu dengan syarat:
a) tidak bergeser
b) darahnya tidak tembus di sekitarnya.
•Apabila daimul-hadas meyakini bahwa sebelum keluar waktu sholat, hadas-nya berhenti lama (cukup untuk wudhu sekaligus sholat), maka ia wajib melaksanakan wudhu dan sholat saat
berhenti lama tersebut. Jika khawatir kehabisan waktu sholat, maka ia wajib wudhu dan sholat segera tanpa menunggu bersih.
•Dâimul-Hadats yang jika sholat berdiri aliran darahnya lebih deras dibanding saat duduk, maka ia harus sholat dengan duduk.
Komentar
Posting Komentar